BASISBERITA.COM, Minahasa – Salah satu konsekuensi dari negara kesatuan sebagai mana yang dianut Indonesia adalah memposisikan jabatan gubernur bukan hanya sebagai kepala daerah, akan tetapi juga sebagai wakil pemerintah pusat yang ditempatkan di daerah. Sangat berbeda dengan bentuk Negara Federal yang hanya memposisikan gubernur sebagai kepala pemerintahan di masing-masing negara bagian.
Hal itu dikatakan Dosen Ilmu Politik FISIP Unsrat Ferry Liando usai menjadi pembicara pada Rapat Kerja PDI-P Sulut di Hotel Yama Tondano, Kabupaten Minahasa, Jumat (1/12/2023).
Kegiatan itu dihadiri Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Wakil Gubernur Steven Kandouw, Ketua DPRD Sulut Fransiscus Silangen serta Bupati/Walikota dan anggota-anggota DPRD Sulut, DPRD kabupaten/kota dari kader PDI-P.
Liando menuturkan, fungsi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat adalah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, memastikan kebijakan di daerah tidak bertentangan dengan visi negara, serta mengkoordinasikan kebijakan pemerintah pusat yang dilaksanakan di daerah.
“Untuk ketiga tugas tersebut, gubernur mendapatkan tugas dekonsentrasi atau ditribusi kewenangan,” terangnya.
Dalam kewenangan tertentu, lanjutnya, gubernur bertindak atas nama presiden atau menteri. Posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat menjalankan fungsi pengawasan, pembinaan dan koordinasi pemerintahan yang ada di wilayahnya.
“Jika ada kebijakan di tingkat kabupaten/kota yang menyimpang dari kebijakan negara, menyimpang dari kepentingan umum atau berpotensi adanya gangguan keamanan, maka wajib bagi gubernur untuk mencegah, mengoreksi ataupun membatalkannya,” ujarnya.
Ia mengakui, selama ini banyak pemerintah kabupaten/kota yang tidak mengikuti ketentuan ini.
“Posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat seharusnya ditaati,” tuturnya.
Liando menilai, banyak kebijakan yang tidak sejalan dengan rencana pembangunan nasional atau koordinasi kebijakan yang langsung berhubungan dengan pemerintah pusat tahap koordinasi dengan pejabat yang merupakan perangkat Gubernur sebagai wakil pusat di daerah.
“Perbedaan latar belakang partai politik antarkepala daerah tidak harus menghilangkan mekanisme koordiansi, kontrol dan kolabarasi bersama antar tingkatan pemerintahan di daerah dalam mewujudkan masyarakat Sulut adil dan sejahtera,” tandasnya.(sco/*)