BASISBERITA.COM, Manado – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.143/PUU-XXI/2023, tanggal 21 Desember 2023 terkait masa jabatan kepala daerah, dinilai berpotensi melahirkan kekacauan dan bernuansa politik elektoral Pilpres 2024.
Hal itu disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) Petrus Selestinus.
Dalam rilis ke sejumlah media massa, pria yang berprofesi sebagai pengacara ini membandingkan permohonan yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dan Gubernur Maluku Murad Ismail.
Yusril Ihza Mahendra, selaku Kuasa Hukum Bupati Talaud Elly Engelbert Lasut dan Wakil Bupati Moktar Arunde Parapaga, telah mengajukan Permohonan Uji Materiil atas ketentuan pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi UU terhadap pasal 18 ayat (4), ayat (5), ayat (7) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam Permohonan Uji Materiil dimaksud dalam Perkara No. 62/PUU-XXI/2023, Yusril menegaskan bahwa Pemohon memahami MK sebelumnya telah beberapa kali melakukan pengujian atas ketentuan pasal 201 UU No. 10 Rahun 2016, sebagaimana tertuang dalam beberapa putusan, yaitu:
a. No.55/PUU-XXI/2019, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7) dan ayat (9), dengan batu uji pasal 1 ayat (2), pasal 4 ayat (1), pasal 22E ayat (1), pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) UUD 45.
b. No. 67/PUU-XXI/2021, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7) dan ayat (8), dengan batu uji pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan pasal 28I ayat (2) UUD 45.
c. No. 81/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7), batu uji pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 45.
d. No. 37/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (9), Penjelasan Pasal 201 ayat (9), Pasal 201 ayat (10) dan Pasal 201 ayat (11). Batu Uji Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 45.
e. No. 95/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8), Batu Uji Pasal 22E ayat (1) UUD 45.
“Semuanya memiliki substansi yang sama yaitu periodisasi masa jabatan yang terkurangi akibat berlakunya Ketentuan Pilkada Serentak pada tahun 2024. Namun demikian belum ada satupun yang menguji Ketentuan Pasal 201 ayat (5), sebagaimana dimohonkan dalam Perkara Uji Materiil No.62/PUU-XXI/2023. Hasilnya ternyata sama yaitu MK menolak Permohonan Uji Materiil No. 62/PUU-XXI/2023 yang dimohon Yusril Ihza dkk,” ujar Petrus Selestinus
POLITIK ELEKTORAL
Lebih jauh, Petrus Selestinus menambahkan, dalam Perkara Permohonan Uji Materiil yang diajukan oleh Gubernur Maluku Murad Ismail dkk, perkara No.143/PUU-XXI/2023, yang dimohon untuk diuji adalah ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU No 10 Tahun 2016, di mana Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil-wakilnya hasil Pilkada tahun 2018 menjabat sampai 2023, oleh MK dalam putusannya No.143/ PUU-XXI/2023, tanggal 21 Desember 2024, mengabulkan sebagian dan menyatakan pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 yang semula menyatakan Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai tahun 2023 bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Hal itu sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara secara serentak secara nasional tahun 2024.”
Sehingga norma pasal 201 ayat (5) UU No.10 Tahun 2016 hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara secara serentak secara nasional tahun 2024.
“Oleh karena Putusan MK ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan berupa bongkar pasang kebijakan pembentukan UU dan bermotif politik elektoral untuk 2024, sehingga 1 Putusan Perkara yaitu Perkara No. 143/PUU-XXI/2023 harus menabrak 6 Putusan lain yang amarnya sama, membuktikan bahwa MK sudah menjadi alat kekuasaan dampak dinasti sebagaimana Putusan MK No. 99/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 lalu,” jelasnya.
Ia meminta Mendagri agar tidak boleh mengeksekusi putusan MK ini agar tidak menimbulkan kekacauan dalam pemerintahan karena Pejabat Pelaksana tugas (Plt) yang sudah dilantik telah kehilangan jabatan strategis lainnya sebelum jadi Plt Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Ini beraroma politik elektoral Pilpres 2024,” tegasnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan sejumlah kepala daerah terkait masa jabatan kepala daerah yang terpotong pada pasal 201 ayat 5 Undang-undang Pilkada.
Berakhirnya masa jabatan Bupati Ciamis pun telah diumumkan dalam rapat paripurna DPRD Ciamis beberapa waktu lalu.
Namun dengan adanya putusan MK, masa jabatan Bupati Ciamis akan berakhir pada 20 April 2024.
Meski pemilihannya dilaksanakan tahun 2018, namun pelantikan Bupati Ciamis dilakukan pada 20 April 2019.(sco/*)